R_Suprapto's
Senin, 04 Maret 2013
Minggu, 25 Maret 2012
Ulumul Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah (verbum
dei) yang sekaligus
merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad SAW dalam bahasa Arab, yang
sampai kepada umat manusia dengan cara al-tawâtur (langsung dari Rasul
kepada umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan
pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan
basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala
aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di
jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya.
Sejumlah pengamat Barat memandang
al-Qur’an sebagai suatu kitab yang sulit dipahami dan diapresiasi. Bahasa,
gaya, dan aransemen kitab ini pada umumnya menimbulkan masalah khusus bagi
mereka. Kaum Muslim
sendiri untuk memahaminya, membutuhkan banyak kitab Tafsir dan Ulum
al-Qur’an. Sekalipun demikian, masih diakui bahwa berbagai kitab itu masih
menyisakan persoalan terkait dengan belum semuanya mampu mengungkap rahasia
al-Qur’an dengan sempurna.
Ulum al-Qur’an sebagai metodologi tafsir sudah terumuskan secara
mapan sejak abad ke 7-9 Hijriyah, yaitu saat munculnya dua kitab Ulum
al-Qur’an yang sangat berpengaruh sampai kini, yakni al-Burhan fi Ulum
al-Qur’an, karya Badr al-Din al-Zarkasyi (w.794 H) dan al-Itqan fi
Ulum al-Qur’an, karya Jalal al-Din al-Suyuthi (w. 911 H).
‘Ilm Munâsabah (ilmu
tentang keterkaitan antara satu surat/ayat dengan surat/ayat lain) merupakan
bagian dari Ulum al-Qur’an. Ilmu ini posisinya cukup urgen dalam
rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh
(holistik). Sebagaimana tampak dalam salah satu metode tafsir Ibn Katsir ; al-Qur’an
yufassirû ba’dhuhu ba’dhan, posisi ayat yang satu adalah menafsirkan ayat
yang lain, maka memahami al-Qur’an harus utuh, jika tidak, maka akan masuk
dalam model penafsiran yang atomistik (sepotong-sepotong).
Manna’
al-Qattan dalam kitabnya Mabahits
fi Ulum al-Qur’an, munâsabah menurut bahasa disamping berarti muqarabah
juga musyakalah (keserupaan). Sedang menurut istilah ulum
al-Qur’an berarti pengetahuan tentang berbagai hubungan di dalam
al-Qur’an, yang meliputi : Pertama, hubungan satu surat dengan surat
yang lain; kedua, hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat; ketiga,
hubungan antara fawatih al-suwar dengan isi surat; keempat,
hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat; kelima,
hubungan satu ayat dengan ayat yang lain; keenam, hubungan kalimat
satu dengan kalimat yang lain dalam satu ayat; ketujuh, hubungan
antara fashilah dengan isi ayat; dan kedelapan, hubungan antara
penutup surat dengan awal surat
Munâsabah
antar ayat dan antar surat dalam al-Qur’an didasarkan pada teori bahwa teks
merupakan kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling terkait. Sehingga ‘ilm
munâsabah dioperasionalisasikan untuk menemukan hubungan-hubungan tersebut yang
mengaitkan antara satu ayat dengan ayat yang lain di satu pihak, dan antara
satu ayat dengan ayat yang lain di pihak yang lain. Oleh karena itu,
pengungkapan hubungan –hubungan itu harus mempunyai landasan pijak teoritik dan
insight (wawasan) yang dalam dan luas mengenai teks.
Dalam al-Qur’an itu sendiri terdapat
tanda-tanda kebesaran Sang Pemberi, yaitu dengan gaya bahasa dan susunan yang
begitu indah, di antara susunan al-Qur’an ada keserasian antara ayat yang satu
dengan yang lain, adanya hubungan saling melengkapi. Hubungan inilah
yang dinamakan Ilmu Munasabah yang Insya Allah akan kami bahas pada
masalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian munasabah
Kata Munasabah secara etimologi, menurut asy-Syutuhi berarti al-Musyakalah
(keserupaan) dan muqarabah (kedekatan). Menurut Imam al-Zarkasyi kata munâsabah
menurut bahasa adalah mendekati (muqârabah), seperti dalam contoh kalimat :
fulan yunasibu fulan (fulan mendekati/menyerupai fulan). Kata nasib adalah
kerabat dekat, seperti dua saudara, saudara sepupu, dan semacamnya. Jika
keduanya munâsabah dalam pengertian saling terkait, maka namanya kerabat
(qarabah). Imam Zarkasyi sendiri memaknai munâsabah sebagai ilmu yang
mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz
umum dan lafadz khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab
akibat, ‘illat dan ma’lul, kemiripan ayat, pertentangan (ta’arudh) dan sebagainya.
Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa keguanaan ilmu ini adalah “menjadikan
bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti
bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis”
Adapun menurut pengertian terminilogy, Munasabah
dapat didefinisikan sebagai berikut.
1. Menurut
az-zarkasyi,
Munasabah adalah
suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu
akan menerimanya.
2. Menurut
Manna’ Alqaththan,
Munasabah adalah sisi keterikatan antara
beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau
antara surah di dalam al-Qur’an.
3. Menurut
Ibnu al-‘Arabi,
Munasabah keterikantan ayat-ayat
al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyaisatu kesetuan
makna dan keteraturan redaksi
B. Macam-macam munasabah
Para ulama yang menekuni ilmu munasabah Al-Qur’an
mengemukakan bahkan membuktikan keserasian yang dimaksud, setidak-tidaknya
hubungan itu tersebut terdapat tujuh macam munasabah yang meliputi:
1.
Hubungan antara satu surah
dengan surah sebelumnya. Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya,
misalnya didalam surah Al-Fatihah ayat 6 disebutkan:
“Tunjukilah Kami jalan yang lurus,” (Q.S. Al-Fatihah: 6)
Lalu dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 2, bahwa jalan yang lurus itu
adalah mengikuti petunjuk Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah: 2)
2. Hubungan
antara nama surah dengan isi atau tujuan surah. Nama-nama surah biasanya
diambil dari suatu masalah pokok didalam satu surah, misalnya surah An-Nisa’
(perempuan) karena didalamnya banyak menceritakan tentang persoalan perempuan.
3. Hubungan
antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surah. Misalnya surah
al-Mu’minuun dimulai dengan:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,” (Q.S. Al-Mu’minuun: 1)
Kemudian
diakhiri dengan:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada
beruntung.” (Q.S.
Al-Mu’minuun: 117)
4. Hubungan
antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam satu surah. Misalnya kata
“Muttaqin” di dalam surah Al-Baqarah ayat 2 dijelaskan pada ayat berikutnya
mengenai cirri-ciri orang-orang yang bertaqwa.
5. Hubungan
antara kalimat lain dalam satu ayat. Misalnya dalam surah al-Fatihah ayat 1: “
Segala Puji Bagi Allah”, lalu dijelaskan pada kalimat berikutnya: “Tuhan
semesta alam”.
6. Hubungan
antara fashilah dengan isi ayat. Misalnya didalam surat al-Ahzab ayat 25 disebutkan:
“dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari
peperangan “ (Q.S. Al-Ahzab: 25)
“dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (Q.S. Al-Ahzab: 25)
7.
Hubungan antara penutup surah dengan awal surah berikutnya. Misalnya penutup surat al-Waqi’ah:
”Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.” (Q.S. Al-Waqi’ah: 96)
Lalu
surah berikutnya, yaitu surah al-Hadiid ayat 1:
“Semua yang berada di langit dan yang berada
di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Hadiid: 1)
C.
Eksistensi munasabah
D.
Urgensi munasabah
Sebagaimana
asbab an-nuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami al-qur’an. Muhammad
Abdullah darras berkata: “sekalipun permasalahan-permasalahan yang di ungkapkan
oleh surat-surat itu banyak. Semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang
awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami
sistematika surat
semestinyalah ia memerhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memerhatikan
segala permasalahannya.”
Di
samping itu, para ulama bersepakat bahwa al-qur’an ini, yang di turunkan dalam
tempo 20 tahun lebih dan b mengandung bermacam-macam hukum karena sebab yang
berbeda-beda, sesungguhnya memliki aya-ayat yang mempunyai hubungan erat,
hingga tidak perlu lagi mencari asbab nuzulnya, karena pertautan satu ayat
dengan ayat yang lainnya sudah bisa mewakilinya. Berdasarkan prinsip itu
pulalah, Az-
Zarkasyi mengatakan bahwa jika tidak ada asbab an-nuzul, yang lebih utama
adalah mengemukakan munasabah.
Daftar
Pustaka
Ahsin W, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Amzah,
2005
Al-Qathan,
Manna Khalil, Studi Ilmu Qur’an, Jakarta: pustaka
Islamiyah, 1998
Hasbi,
Muhammad, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka rizki
Putra, 2002
Shihab,
Quraish, dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an,
Jakarta:
Pustaka Firdaus,2001
Ashim W.
al-Hafizh, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Amzah, 2005, Cet, I , hal. 197
Manna
Khalil al-Qatani, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Pustaka Islamiah,
Bogor, 1998, Cet, IV, hal. 138
Muhammad
Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizky Putra,
2002, Cet. II, hal. 43
Manajemen Madrasah
BAB I
PEMBAHASAN
A.Kepala sekolah
sebagai manajer.
Banyak
tanggungjawab guru yang harus dijalankan sebagai kepala sekolah, karena sekolah
merupakan kehidupan yang serba dinamis dan persoalan selalu ada tidak kenal
waktu dan tempat. Apakah persoalan menyangkut kurikulum, kelega guru, anak
didik, orang tua/wali, komite sekolah, masyarakat setempat, bahkan sorotan dari
opini publik dan belum lagi berbagai krisis dekadensi moral dikalangan anak
didik. Untuk Mengimbangi krisis yang ada, kepala sekolah tidak hanya dituntut
sebagai edukator, negosiator dan administrator, melainkan juga harus berperanan
sebagai manajer dan supervisor yang mampu menerapkan manajemen bermutu.
Indikasinya
ada pada iklim kerja dan proses pembelajaran yang konstruktif, berkreasi serta
berprestasi. Dan inilah sebenarnya menjadi visi, misi dan strategi bagi kepala
sekolah di dalam menjalankan fungsinya bersama-sama dengan aparat dan
stakeholder untuk mewujudkan sekolah bermutu dan akan bermuara kepada
pendidikan bermutu.
Manajemen
sekolah tidak lain berarti pendayagunaan dan penggunaan sumber daya yang ada
dan yang dapat diadakan secara efisien dan efektif untuk mencapai visi dan misi
sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas jalannya lembaga sekolah dan
kegiatannya. Kepala sekolah berada di garda terdepan dan dapat diukur
keberhasilannya. Pencapaian visi, misi maupun strategi mesti dijalankan secara
bersama, semua sumber daya manusia yang ada harus dilibatkan, dan semuanya
bertanggungjawa untuk menjalankan dan mengimplementasikan apa yang sudah
digariskan.
Tentunya di dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab
kepala sekolah sebagai manajer sangat besar besar. Indikator keberhasilan
kepala sekolah dapat dilihat dari sejauhmana visi, misi dan strategi yang ada
dapat dijalankan sehingga semua yang terlibat dapat melakukannya. Dampak dari
semua itu, apa yang disebutkan di atas dapat tercapai.
Pada
prinsipnya manajemen sekolah itu sama dengan manajemen yang diterapkan di
perusahaan. Perbedaannya terdapat pada produk akhir yang dihasilkan. Yang
dihasilkan oleh manajemen sekolah adalah manusia yang berubah. Dari yang tidak
tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti, dari yang tidak
berpengalaman menjadi berpengalaman, dari yang tak bisa menjadi bisa, sehingga
menghasilkan SDM yang bermutu. Sedangkan sasaran manajemen perusahaan itu pada
kualitas produksi benda-benda mati.
Jadi,
manajemen sekolah berandil kuat pada pembentukan kualitas manusia yang
merupakan generasi penerus bangsa. Atensi masyarakat yang telah teralienasikan
akibat propaganda wacana teknologi dalam pembelajaran harus segera diobati
dengan mengedepankan wacana kualitas kepala sekolah. Realitas sekolah itu
dimanage oleh kepala sekolah bukan pada kata-kata para marketer yang mengejar
target siswa demi perolehan bonus.
Para ahli melihat bahwa salah satu input strategis bagi
langkah maju perusahaan adalah membentuk konsep yang berbasiskan sumber daya
manusia demi suatu profitabilitas yang tinggi. Tak ada salahnya konsep ini
dipakai di sekolah. Secara sederhana dapat diterjemahkan bahwa keberhasilan
sekolah tergantung pada teknik mengelola manusia-manusia yang ada di sekolah
untuk suatu keberhasilan yang tak terukur nilainya yaitu pemanusiaan manusia
dalam diri peserta didik dan penghargaan bagi rekan-rekan pendidik sebagai
insan yang kreatif dan peduli akan nasib generasi penerus bangsa.
Dan
ini sebenarnya hakiki dari suatu pendidikan, kerhasilan suatu sekolah sangat
ditentukan oleh visioner kepala sekolah, kepala sekolah mesti memiliki visioner
yang jelas, terencana, terprogram dan terkendali. Ini akan terlihat dari
sejauhmana kepala sekolah mampu membangun kebersamaan, memiki daya saing dan
menghasilkan lulusan bermutu, sehingga sekolah yang dipimpinnya akan menjadi
sebuah lembaga pendidikan yang benar-benar memberikan kontribusi terhadap mutu
pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Untuk
diingat, bahwa keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh
komponen-komponen yang ada di sekolah tersebut. Peran kepala sekolah sebagai
manager sangat menentukan dari semua komponen yang ada. Karena kepala sekolah
adalah orang utama dan pertama yang bertanggungjawab terhadap maju, mundur dan
berkembangnya suatu sekolah, maka dari itulah diperlukan kepala sekolah yang
benar-benar memahami dan menghayati akan tanggungjawabnya sebagai orang yang
didahulukan selangkah dan diangkat setingkat dari kolega-koleganya sesama guru.
Setiap
guru akan menjadi pemimpin, tentunya akan ada giliran bagi dirinya untuk
menjadi kepala sekolah. Akan tetapi tentunya mereka-mereka yang memiliki
prestasi, kompentensi dan reputasi serta visioner. Mereka mengalami pahit getir
dan masa kerja serta Daftar Urutan Kepangkatan yang memenuhi syarat, inilah
sebenarnya menjadi indikator di dalam pengangkatan kepala sekolah.
B. Pengertian Manajer.
Yang
dimaksud dengan manager adalah orang atau seseorang yang harus mampu membuat
orang-orang dalam organisasi yang berbagai karakteristik, latar belakang
budaya, akan tetapi memiliki ciri yang sesuai dengan tujuan (goals)
dan teknologi (technology).
Dan
tugas seorang manager adalah bagaimana mengintegrasikan berbagai macam variabel
(karakteristik, budaya, pendidikan dan lain sebagainya) kedalam suatu tujuan
organisasi yang sama dengan cara melakukan mekanisme penyesuaian.
Adapun
mekanisme yang diperlukan untuk menyatukan variabel diatas adalah sebagai
berikut:
- Pengarahan (direction) yang mencakup pembuatan keputusan, kebijaksanaan, supervisi, dan lain-lain.
- Rancangan organisasi dan pekerjaan.
- Seleksi, pelatihan, penilaian, dan pengembangan.
- Sistem komunikasi dan pengendalian.
- Sistem reward.
C.
Klasifikasi manajer menurut kegiatan.
Manajer
dapat pula diklasifikasikan berdasarkan tugas/kegiatannya disamping dapat
dibedakan berdasarkan tingkatan (Low, Middle & Top Manager). Berdasarkan
tugas/kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya, manajer dibedakan menjadi :1.
Manajer Fungsional. Yaitu manajer yang bertanggung jawab atas 1 (satu) bidang
kegiatan saja.Seperti contohnya : Manajer Produksi, yang bertanggung jawab atas
kegiatan produksi saja. Manajer Pemasaran yang bertanggung jawab atas bidang
pemasaran.2. Manajer Umum. Yaitu manajer yang bertanggung jawab atas lebih dari
1 (satu) bidang kegiatan atau bertanggung jawab atas beberapa bidang kegiatan.
Contohnya seperti: Pimpinan Cabang perusahaan, yang bertanggung jawab atas
bidang produksi, pemasaran, keuangan maupun personalia. Terlebih lagi seorang
direktur utama yang bertanggungjawab atas seluruh bidang kegiatan
perusahaannya.Kegiatan dan tugas manajer terbagi dua golongan besar, yaitu :
Kegiatan Administrastif dan Kegiatan Operatif. Semakin tinggi level (tingkatan)
manajernya, akan lebih banyak melakukan kegiatan administratif, sedangkan pada
tingkatan yang lebih rendah akan lebih banyak melakukan kegiatan operatif
dibanding administratif.
D. Tips Meningkatkan Skill Manajer.
Manajer
menengah merupakan salah satu yang banyak mengalami PHK di tengah krisis global
saat ini. Pada pasar tenaga kerja pun, hanya segelintir posisi yang dibuka
untuk manajer menengah. Menurut hasil survei terbaru dari ClearRock, manajer
menengah mempunyai beberapa kelemahan utama. Dengan memperbaiki kelemahan
tersebut, maka manajer menengah akan punya kesempatan lebih besar untuk
direkrut.
Menurut
hasil survei dari ClearRock terhadap manajer menengah di 168 organisasi, mereka
menemukan bahwa terdapat beberapa skill yang perlu diperbaiki oleh manajer
menengah, yakni strategic thinking (82%), kepemimpinan (78%), komunikasi (62%),
mengembangkan calon pemimpin baru (60%) dan memotivasi (53%). Padahal,
skill-skill ini merupakan skill yang sangat penting dalam kepemimpinan.Sekitar
sepertiga dari responden ClearRock yang disurvei menyatakan bahwa manajer
menengah mereka tidak memenuhi kualifikasi utnuk dipromosikan. Sementara hanya
6 persen saja yang berpendapat bahwa manajer menengah mereka sangat memenuhi
kualifikasi
E. Peran-peran Manajer.
Setiap
perusahaan memiliki manajemen yang memegang berbagai peranan penting yang
menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk
diwujudkan bersama. Ada
banyak peran yang harus dimainkan / diperankan para manajer secara seimbang
sehingga diperlukan orang-orang yang tepat untuk menjalankan peran-peran
tersebut.
F. Tugas dan Fungsi pendidikan.
Mengacu
pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 14 tahun
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, tugas pokok Ditjen
Mandikdasmen adalah “merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi
teknis di bidang manajemen pendidikan dasar dan menengah.”
Manajemen sebagai suatu proses
sosial, meletakkan bobotnya pada interaksi orang-orang, baik orang-orang yang
berada di dalam maupun di luar lembaga-lembaga formal, atau yang berada di atas
maupun di bawah posisi operasional seseorang. Selain itu juga manajemen
pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
Peningkatan kualitas
pendidikan bukanlah tugas yang ringan, karena tidak hanya berkaitan dengan
permasalahan teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang rumit dan
kompleks, sehingga menuntut manajemen pendidikan yang lebih baik. Sayangnya,
selama ini aspek manajemen pendidikan pada berbagai tingkat dan satuan
pendidikan belum mendapat perhatian yang serius, sehingga seluruh komponen
sistem pendidikan kurang berfungsi dengan baik. Lemahnya manajemen pendidikan
juga memberikan dampak terhadap efisiensi internal pendidikan yang terlihat
dari jumlah peserta didik yang mengulang dan putus sekolah.
G. Hubungan Masing-masing Fungsi
Hubungan antara fungsi-fungsi
manajemen antara yang satu dengan lain adalah saling kait mengaitkan. Dengan
kata lain saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti, organizing dan staffing,
merupakan 2 fungsi manajemen yang erat hubungannya yaitu berupa penyusunan
wadah legal untuk menampung berbagai kegiatan yang harus dilaksanakan pada
suatu organisasi, dan staffing berhubungan dengan penetapan orang-orang yang
akan memangku masing-masing jabatan yang ada dalam organisasi tersebut.
Meskipun demikian, fungsi
perencanaan merupakan landasan fungsi manajemen yang lain dan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan tidak
dapat dilaksanakan tanpa adanya perencanaan, begitu pula sebaliknya.
H. Fungsi-Fungsi Manajer (Management Functions)
Sampai
saat ini, masih belum ada consensus baik di antara praktisi maupun di antara
teoritis mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen, sering pula disebut
unsur-unsur manajemen.
fungsi-fungsi
manajemen adalah sebagai berikut:
Secara umum, manajemen dapat
dibagi menjadi 10 bagian, yaitu:
1. Forecasting
Forecasting atau prevoyance (Prancis) adalah kegiatan
meramalkan, memproyeksikan atau mengadakan taksiran terhadap berbagai
kemungkinan yang akan terjadi sebelum suatu rencana yang lebih pasti dapat
dilakukan.
Misalnya, suatu akademi
meramalkan jumlah mahasiswa yang akan melamar belajar di akademi tersebut.
Ramalan tersebut menggunakan indikator-indikator, seperti jumlah lulusan SLTA
dan lain sebagainya.
2. Planning termasuk Budgeting
Planning sendiri berarti
merencanakan atau perencanaan, terdiri dari 5, yaitu :
a. Menetapkan tentang apa yang
harus dikerjakan, kapan dan bagaimana melakukannya.
b. Membatasi sasaran dan
menetapkan pelaksanaan-pelaksanaan kerja untuk mencapai efektivitas maksimum
melalui proses penentuan target.
c. Mengumpulkan dan
menganalisa informasi
d. Mengembangkan
alternatif-alternatif
e. Mempersiapkan dan
mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan.
Bisa juga dirumuskan secara
sederhana, misalnya perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk
mencapai sesuatu hasil yang diinginkan. Pembahasan yang agak kompleks
merumuskan perencanaan sebagai penetapan apa yang harus dicapai. Selain itu
juga dalam fungsi perencanaan sudah termasuk di dalamnya penetapan budget.
Lebih tepatnya lagi bila
planning dirumuskan sebagai penetapan tujuan, policy, prosedur, budget, dan
program dari sesuatu organisasi.
3. Organizing
Dengan ini dimaksudkan
pengelompokan kegiatan yang diperlukan yakni penetapan susunan organisasi serta
tugas dan fungsi-fungsi dari setiap unit yang ada dalam organisasi. Dapat pula
dirumuskan sebagai keseluruhan aktivitas manajemen dalam mengelompokkan
orang-orang serta penetapan tugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab
masing-masing dengan tujuan terciptanya aktivitas-aktivitas yang berdaya guna
dan berhasil guna dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengorganisasian terdiri dari
:
a. Menyediakan
fasilitas-fasilitas perlengkapan, dan tenaga kerja yang diperlukan untuk
penyusunan rangka kerja yang efisien.
b. Mengelompokkan komponen
kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur.
c. Membentuk struktur wewenang
dan mekanisme koordinasi.
d. Merumuskan dan menentukan
metode serta prosedur.
e. Memilih, mengadakan latihan
dan pendidikan tenaga kerja dan mencari sumber-sumber lain yang diperlukan.
4. Staffing atau Assembling Resources
Istilah staffing diberikan
Luther Gulick, Harold Koontz dan Cyril O’Donnell. Sedangkan assembling
resources dikemukakan William Herbert Newman. Kedua istilah itu cenderung
mengandung arti yang sama; pen-staf-an dan staffing merupakan salah satu fungsi
manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi dan
pengembangannya sampai dengan usaha agar petugas memberi daya guna maksimal
kepada organisasi.
5. Directing atau Commanding
Merupakan fungsi manajemen
yang berhubungan dengan usaha memberi bimbingan, saran, perintah-perintah atau
instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas masing-masing
bawahan tersebut, agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar
tertuju kepada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Directing atau commanding
merupakan fungsi manajemen yang dapat berfungsi bukan hanya agar pegawai
melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu kegiatan, tetapi dapat pula
berfungsi mengkoordinasi kegiatan berbagai unsur organisasi agar dapat efektif
tertuju kepada realisasi tujuan yang telah ditetapkan.
6. Leading
Istilah leading yang merupakan
salah satu fungsi manajemen, dikemukakan oleh Louis A. Allen yang dirumuskan
sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer yang menyebabkan
orang-orang lain bertindak. Pekerjaan leading, meliputi 5 macam kegiatan, yaitu
:
a. Mengambil keputusan
b. Mengadakan komunikasi agar
ada bahasa yang sama antara manajer dan bawahan
c. Memberi semangat inspirasi
dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak
d. Memilih orang-orang yang
menjadi anggota kelompoknya
e. Memperbaiki pengetahuan dan
sikap-sikap bawahan agar mereka trampil dalam usaha mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
7. Coordinating
Salah satu fungsi manajemen
untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan,
kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubung-hubungkan, menyatupadukan dan
menyelaraskan pekerjaan-pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerjasama yang
terarah dalam usaha mencapai tujuan bersama atau tujuan organisasi. Usaha yang
dapat dilakukan untuk mencapai maksud, antara lain :
a. Dengan memberi instruksi
b. Dengan memberi perintah
c. Mengadakan
pertemuan-pertemuan dalam mana diberi penjelasan-penjelasan
d. Memberi bimbingan atau
nasihat
e. Mengadakan coaching
f. Bila perlu memberi teguran.
8. Motivating
Motivating atau pendorongan
kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi,
semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara
suka rela sesuai apa yang dikehendaki oleh atasan tersebut.
9. Controlling
Controlling atau pengawasan,
sering disebut pengendalian, adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa
mengadakan penilaian dan sekaligus bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa
yang sedang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud
tercapai tujuan yang sudah digariskan.
10. Reporting
Reporting atau pelaporan
adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil
kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan
tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yang lebih tinggi baik secara lisan
maupun secara tulisan.
Sedangkan
fungsi pokok manajemen pendidikan dibagi 4 macam:
1. Perencanaan
Perencanaan program pendidikan
sedikitnya memiliki dua fungsi utama, yaitu :
a. Perencanaan merupakan upaya
sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga dengan mempertimbangkan
sumber-sumber yang tersedia atau sumber-sumber yang dapat disediakan.
b. Perencanaan merupakan
kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara
efisien, dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pelaksanaan
Pelaksana merupakan kegiatan
untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai
tujuan secara efektif dan efisien, dan akan memiliki nilai jika dilaksanakan
dengan efektif dan efisien.
3. Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai
upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan; merekam; memberi
penjelasan, petunjuk, pembinaan dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat;
serta memperbaiki kesalahan, dan merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan
proses manajemen.
4. Pembinaan
Pembinaan merupakan rangkaian
upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana
secara efektif dan efisien.
Ada beberapa pendapat tentang
fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh beberapa penulis, yaitu :
1. Louis A. Allen : Leading,
planning, organizing, controlling
2. Prajudi Atmosukirjo :
planning, organizing, directing atau actuating, controlling.
3. John Robert Beishline : perencanaan,
organisasi, komando kontrol
4. Henry Fayol : planning,
organizing, coordinating, commanding, controlling.
5. Luther Gullich : planning,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting.
Kesimpulan
Kepemimpinan menyangkut
sebuah proses pengaruh sosial yang dalm hal ini pengaruh yang disengaja
dijalankan oleh seseorang terhadap orang lian untuk menstruktur
aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau
organisasi.
Kepala madrasah
Aliyah sebagaimana juga sekolah lainnya harus bisa menggerakkan, mengarahkan,
membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan,
memberikan bantuan, dan sebagainya terhadap segala sesuatu yang ada kaitannya
dengan lembaga pendidikan.
Kedudukan
kepala madrasah sangat unik karena ia memiliki beberapa posisi, yaitu sebagai
pejabat formal, sebagai manajer, sebagai pemimpin, sebagai pendidik, dan
sebagai staf, merupakan kedudukan yang melekat pada diri kepala madrasah.
Sedangkan tugas pokok yang harus ia lakukan berupa pembinaan program pengajaran, pembinaan kesiswaan, pembinaan staf, anggaran belanja dan fasilitas madrasah serta anggaran belanja madrasah.
Sedangkan tugas pokok yang harus ia lakukan berupa pembinaan program pengajaran, pembinaan kesiswaan, pembinaan staf, anggaran belanja dan fasilitas madrasah serta anggaran belanja madrasah.
Dengan
demikian, sebagai kepala madrasah aliyah tentunya pimpinan akan selalu
melaksanakan tugasnya sesuai dengan job-jobnya dan kinerja yang diembannya yang
diaplikasikan dengan nuasa yang islami, baik bentuk manajemennya, program, dan
bentuk aktivitas keseharian dalam lembaga tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Sekretariat Jenderal, 1992, Himpunan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, PP. No. 28 tahun 1990 Pasal 4 ayat
3.
ü
Hicks, G & Gullet C.,
Ray, 1975, Organization: Theory and Behavior, McGrow-Hill, Inc. H.M. Daryanto,
2001, Administrasi Pendidikan, Jakarta,
Rineka Cipta.
ü
Ismail, SM dkk (ed.), 2002,
Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.
ü
Jacobs, T.O., & Jaques
E, 1990, Militery executive leadership, di K.E. Clark % M.B. Clark (Dds),
Measures of Leadership, NJ, Leadership Libarary of America.
ü
Katz, D. & Kahn R.L,
1978, The Social Psychology of Organizations (2nd ed.), New York, John Wiley.
ü
Koonts, et.al., 1980,
Management, seventh edition, Kogakusha, McGrw-Hill Maksum, 1999, Madrasah,
Sejarah, dan Perkembangannya, Jakarta, Logos.
ü
Nata, Abuddin, (Ed.), 2001,
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta,
Grasindo.
ü
Poerwadarminta, W.J.S.,
1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Jakarta, PN.
Balai Pustaka.
ü
Soemanto, Wasty, &
Hendyat Soetopo, 1982, Kepemimpinan dalam Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional.
ü
Stogdill, Ralph.M. 1974,
Handbook of Leadership: A Survey of the literature, New York, Free Press.
ü
Wahjosumidjo, 2002,
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta, Raja
Grafindo Persada Yukl, Gary, 2002, Leadership in Organizationz, New Jersey,
Prentice Hall International.
Psik
BAB I
PENDAHULUAN
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan
bagaimana pengetahuan disusun dalam minda manusia. Unsur-unsur konstruktivisme
telah lama dipraktikkan dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran di peringkat
sekolah, maktab dan universiti tetapi tidak begitu ketara dan tidak ditekankan.
Menurut paham dari aliran konstruktivisme, ilmu pengetahuan
sekolah tidak boleh dipindahkan dari guru kepada siswa/anak didik dalam bentuk
yang serba sempurna. Murid perlu diberi binaan tentang pengetahuan menurut
pengalaman masing – masing.
Pembelajaran dalam konteks Konstruktivisme merupakan hasil dari
usaha murid itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk murid sesuai dengan
prinsip Student centered bukan teacher centered. Blok binaan asas bagi ilmu
pengetahuan sekolah ialah satu skema yaitu suatu aktifitas mental yang
digunakan oleh murid sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan
pengabstrakan dalam proses pemikiran anak. Pikiran murid tidak akan menghadapi
suatu realitas yang berwujud secara terasing dalam lingkungan sekitar.
Kenyataan yang diketahui murid adalah realitas yang dia bina
sendiri. Murid sebenarnya telah mempunyai satu set ide dan pengalaman yang
membentuk struktur kognitif terhadap kelanjutan pola pengetahuan dan pemikiran
mereka.
Untuk membantu murid membina konsep atau pengetahuan baru, guru
harus mengambil kira struktur kognitif yang sedia ada pada mereka. Apabila
istilah baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian dari
pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu
pengetahuan dapat dibina. Hal inilah yang biasa dinamakan dengan
konstruktivisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A)
Teori
Konstruktivisme Vygotsky
Sebelum
membahas lebih jauh tentang Teori Konstruktivisme Vygotsky, sedikit kami
paparkan tentang biografi Vygotsky,
Vygostsky
adalah seorang sarjana Hukum, tamat dari Universitas Moskow pada tahun 1917,
kemudia beliau melanjutkan studi dalam bidang filsafat, psikologi, dan sastra
pada fakultas Psikologi Universitas Moskow dan menyelesaikan studinya pada
tahun 1925 dengan judul disertasi “The Psychology of Art”. Dengan latar
belakang ilmu yang demikian banyak memberikan inspirasi pada
pengembangan teknologi pembelajaran, bahasa,
psikology pendidikan, dan berbagai teori pembelajaran. Vygotsky wafat pada
tahun 1934.
Vygotsky
menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan
sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam
lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan (Taylor, 1993), pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari
lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai
peristiwa internalisasi (Taylor,
1993). Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan
lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa
interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan
faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang.
Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara evisien dan
efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam
suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang
yang lebih mampu, guru atau orang dewasa. Dengan hadirnya teori konstruktivisme
Vygotsky ini, banyak pemerhati pendidikan yang megembangkan model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajaran kelompok,
dan model pembelajaran problem poshing.
Konstruktivisme
menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya. Vygotsky
berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi
(interpsychological) melalui interaksi sosial dan intra-psikologi
(intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi
dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerak antara
inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu).
Berkaitan
dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan dua ide; Pertama,
bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya
dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsiner dalam Slavin, 2000), Kedua,
Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem
tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang (Ratner dalam
Slavin, 2000: 43). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya
diciptakan untuk membantu seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan
masalah, misalnya budaya bahasa, sistem tulisan, dan sistem perhitungan.
Berkaitan
dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip
oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
(1) pembelajaran
sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah
pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui
interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap;
(2) ZPD (zone of
proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan
baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat
memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah
mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support
dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang
lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si
anak.
(3) Masa
Magang Kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa
sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan
orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;
(4)
Pembelajaran Termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada
scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan
kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.
Inti
teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal
dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial
pembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal
dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky
juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas
yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan
kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development
mereka.
B)
Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme
Pembentukan
pengetahuan menurut konstruktivistik memandang siswa yang aktif
menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan.
Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian
realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun
melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh siswa itu sendiri.
Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan
dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus
menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting
dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswa
yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau
orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan
keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan
kognitif siswa sehingga belajar lebih diarahkan pada experimental learning
yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di
laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan
dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik
dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran
konstruktivistik, yaitu:
(1) mengutamakan pembelajaran yang
bersifat nyata dalam kontek yang relevan.
(2) mengutamakan proses,
(3) menanamkan pembelajran
dalam konteks pengalaman social,
(4) pembelajaran dilakukan
dalam upaya mengkonstruksi pengalaman
Ide-ide konstruktivis modern
banyak berlandaskan pada teori Vygotsky (Karpov & Bransford, 1995), yang
telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada
pembelajaran kooperatif, pembelajaran betbasis kegiatan, dan penemuan. Empat
prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya telah memegang suatu peran penting.
Salah satu diantaranya adalah penekanannya pada hakekat sosial dari
pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan
orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Pada proyek kooperatif, siswa
dihadapkan pada proses berfikir teman sebaya mereka: metode ini tidak hanya
membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa, tetapi juga membuat proses
berfikir siswa lain terbuka untuk seluruh siswa. Vygotsky memperhatikan bahwa
pemecahan masalah yang berhasil berbicara kepada diri mereka sendiri tentang
langkah-Iangkah pemecahan masalah yang sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswa
lain dapat mendengarkan pembicaraan dalam hati ini yang diucapkan dengan keras
oleh pemecah masalah dan belajar bagaimana jalan pikiran atau pendekatan yang
dipakai pemecah masalah yang berhasil ini.
C)
Aspek-Aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot
mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation),
konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan
makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut
diadaptasi terhadap lingkungan yang dilakukan melalui dua proses yaitu
asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan
dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah
ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah
salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.
Akomodasi. Dalam
menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi
terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi
Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap
lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat
ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang
ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan
intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi
bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih
tinggi daripada sebelumnya.
Tingkatan
pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding.
Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar
bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung
jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang
diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan
masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vigotsky
mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan
permasalahan, yaitu
(1) siswa mencapai keberhasilan
dengan baik,
(2) siswa mencapai keberhasilan
dengan bantuan,
(3) siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding,
berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya
mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke
jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme
Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar
individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses
dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social
budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan
secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam
hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan
teknik saling tukar gagasan antar individual. Terdapat dua prinsip
penting yang diturunkan dari teori Vigotsky adalah:
(1) mengenai fungsi dan pentingnya bahasa
dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign)
sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan,
(2) Zona of Proximal Development (ZPD)
Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani
siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.
Dalam
interaksi sosial dikelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar siswa
dalam memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai memberi bantuan kepada
siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara memecahkan
masalah tersebut, maka terjadi scaffolding, siswa yang mengalami kesulitan
tersebut terbantu oleh teman yang lebih pandai. Ketika guru membantu secukupnya
kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka terjadi
scaffolding.
Konsep ZPD
Vigotsky berdasar pada ide bahwa perkembangan pengetahuan siswa ditentukan oleh
keduanya yaitu apa yang dapat dilakukan oleh siswa sendiri dan apa yang
dilakukan oleh siswa ketika mendapat bantuan orang yang lebih dewasa atau teman
sebaya yang berkompeten (Daniels dan Wertsch dalam Slavin 2000: 47).
D)
Pandangan
Konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran
Pengetahuan adalah non-objective,
bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Belajar adalah
penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas, kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi
dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan. Si belajar akan memiliki
pemahaman yag berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan
perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Mind berfungsi sebagai
alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam
dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistik.
E)
Pandangan
Konstruktivistik tentang penataan Lingkungan Belajar
Dalam
hal ini kontruktivisme berpendapat bahwa kebebasan menjadi unsur yang
esensial dalam lingkungan
belajar. Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat
sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Kebebasan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang
harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam
belajar, dalam artian control
belajar dipegang/dikendalikan
oleh si belajar sendiri.
F)
Pandangan
Konstruktivistik tentang Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar
bagaimana belajar (learn how to learn)
G)
Pandangan
Konstruktivistik tentang strategi pembelajaran
-Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara
bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian.
-Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau
pandangan si belajar.
-Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan
bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir
kritis. Pembelajaran menekankan pada proses.
H) Pandangan Konstruktivistik tentang evaluasi
Evaluasi
menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan
terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata. Evaluasi
yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu
jawaban benar.
Evaluasi merupakan bagian utuh
dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar
yang bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata.
evaluasi menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok.
H)
Rancangan Pembelajaran
Konstruktivistik
Berdasarkan
teori Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat
dirancang/didesain dalam model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai
berikut:
- Identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview
- Penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
- Orientasi dan elicitasi. situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.
- Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
5. Resrtukturisasi
ide, berupa: (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang
gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum.
Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an
untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas.
Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka
didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan
mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas
dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan
paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah
mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses
konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya
sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual.
Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki
konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki
keunggulan dari gagasan yang lama.
6. Aplikasi. Menyakinkan siswa
akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah.
Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai
macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji
penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit
miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
- Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
-Marcy
P Driscoll, (2000) Psychology of Learning For instruction, Second
edition,
-Florida
State University
-Nur, Mohamad dan Wikandari, P. Retno. 2004. Pengajaran Berpusat
kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. UNESA, PSMS.
-Oahar,
Ratna Willis. (1988). Konstruktivisma dalam Mengajar dan Belajar
(Makalah)
-Ormrod, Jeanne Ellis. 1995. Educational Psychology Principles and Aplications, New
Jersey, Prentice Hall.
-Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology-Theory and
Practice. Fourth Edition. Boston,
Allyn and Bacon.
-Supamo,
Paul 2006, Filsafat Konstruktivisme dam Pendidikan. Yogyakarta,
-Vygotsky’s
Educational Theory in Cultural Context, Cambridge Universty press, 2003
Langganan:
Postingan (Atom)