Jumat, 23 Maret 2012

Makalah Fiqih Munakahat


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau bermasyarakat yang sempurna adalah dengan pernikahan.
Pernikahan bukan saja satu jalan yang paling mulia untuk mengatur kehidupan manusia baik dalam berumah tangga maupun keturunan. Akan tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pimu perkenalan ntara satu kaum dengan kaum yang lain dan bahkan antara kadua keluarga yang berbeda  sehingga mereka menjadi satu dalam segala hal tolong menolong.
Hal terpentng adalah  perkawinan yang  sah tidak hanya dapat di wujudkan dengan begitu saja tamp ada sebuah kesepakatan dan kad terlebih dahulu sehingga untuk dapat memahami hal tersebut maka penulis sebuah makalah dengan judul “Akad Pernikahan”.

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi pokok permasalahan pada pembahasan bab berikutnya adalah sebagai berikut:
a. Sejauhmana pentingnya “Akad Nikah”dalam sebuah pernikahan
b. Apa saja yang menjadi syarat sah sebuah akad dalam pernikahan.
c. ucapan shigat dalam pernikahan.

BAB II

PEMBAHAASAN
A.Pengertian
Secara bahasa akad = membuat simpul, perjajian, kesepakatan;
akad nikah = mengawinkan wanita.
Secara syar’i: Ikrar seorang pria untuk menikahi/mengikat janji seorang wanita lewat perantara walinya, dengan tujuan;
a) hidup bersama membina rumah tangga sesuai sunnah Rasulullah saw.
b) memperoleh ketenangan jiwa.
c) menyalurkan syahwat dengan cara yang halal
d) melahirkan keturunan yang sah dan shalih.
Pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi antar hak dan kewajiban seorang istri maupun suami. Sebagaimana kita ketahui bahwa akad dapat dilaksanakan dengan syarat apabila kedua calon pengantin,berakal, balik dan merdeka akan tetaapi hal terpenting  dalam menentukan sah tidaknya sebuah pernikahan tentu dengan adanya kesepakatan dan keridaan diantara kedua belah pihak meskipun perasaan semacam ini hanya terdapat dan bersipat kejiwaan. Namun merupakan lambang ketegasan untuk menunjukan kemauan diantara kedua belah pihak  dalam menjalin sebuah rumah tangga. maka dirasa perlu untuk di utarakan dengan kata-kata  baik dari pihak laki –laki maupun wanita .
Pernyataan pertama untuk menunjukan kemauan membentuk hubungan sumi istri dari pihak perempuan disebut dengan ijab. Sedangkan pernyataan berikut yang diucap oleh pihak laki-laki sebagai tanda ridha dan setujunya disebut dengan kabul. Kedua hal inilah yang dinamakan dengan akad dalam pernikahan. Diantara syarat  ijab dan kabul yaitu menggunakan lafal tertentu. Baik lafal sharih misalnya : nikah   ataupun lafal kinayah yakni yang mengandung arti akad untuk pemilikan seperti : saya sedekahkan , saya milikan, dan sebagainya.
Dikalangan para ulama ada yang hanya membolehkan ijab kabul dengan kedua kata yang telah di tentukan misalnya: dalam ijab (perkatan dari wali perempuan ) dengan menggunakan kalimat/kata: “saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama ….”. sedang dalam kabul yakni di jawab   dengan kalimat: “Saya terima nikahnya …..”. Boleh juga di dahului dengan perkataan dari pihak laki-laki seperti, “ nikahkanlah saya dengan anakmu ….”, jawab wali perempuan , “ Saya nikahkan engkau dengan anak saya ….”. Dibolehkannya hal ini karena kandungannya yang sama, sedangkan di haruskannya dengan kedua kalimat tersebut karena berdasarkan pada salah satu sabda Rasulullah sebagai berikut: 
Artnya:
“ Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayan Allah dan kamu halalkan kehormatan merekadengan kalimat Allah .”( H.R muslim ).
Yang dimaksud dengan kalimat Allah dalam hadis diatas yakni al-Qur’an. Dan dalam al-Qur’an tidak dsebutkan selain kedua kalimat tersebut (nikah dan tajwij). Maka harus diurut agar tidak salah. Akan tetapi pendapat lain mengatakan bahwa akad sah meskipun dengan lafal lain salah maknanya secara hukum sama dapat dimengerti seperti kata “saya milikkan”. Hal ini didasarkan pada perbuatan nabi yang mengijabkan seorang sahabat kepada pasangannya dengan sabda :

Artinya:
“ Aku telah milikkan  dia kepadamu dengan mahar ayat-yat al-Qur’an yang kamu mengerti. (HR. Bukhari)


B. Syarat –syarat Ijab kabul

Terjadinya suatu akad yang mempunyai akibat hukum pada suami istri maka harus memenuhi sebagai berikut
1. kedua belah pihak sudah Tamyiz. Artinya: jika salah satu diantaranya masih kecil ataupun gila maka pernikahan tidak sah.
2. Ijab-kabul dilaksanakan dalam satu majelis. Artinya: Ketika mengucapakan ijab qabul tidak boleh diselingi dengan kata lain atau kebiasaan lain yang menghalanginya.
3. Ucapan kabul hendaknya tidak menyalahi ucapan ijab. Artinya: Maksud dan tujuanya sama.
4. Pihak-pihak akad harus mendengarkan pernyataan masing-masing. Artinya: Masing-masing  pihak harus jelas mengatakan ataupun mendengar maksud dan niatnya.
Adapun untuk kata yang di pergunakan dalam akad, oleh agama adalah dengan menggunakan fiil madhi. karena secara tegas menyatakan setuju dari kedua belah pihak. Berbeda dengan pendapat para ulama yang salah satunya menggunakan fiil mustaqbal yang tidak secara tegas menunjukan adanya keridhaan diantara kedua belah pihak . misalnya :
“ sekarang saya nikahkan anak perempuan dengan kamu” .
Kemudian pihak penerima menjawab
“ saya terima nikahnya”
Hal ini oleh agama dinilai tidak secara tegas menyatakan telah terjadi akad nikah dengan sah karena hanya merupakan perjanjian pada masa itu dan bukan pada masa mendatang .
Adapun bahasa apa yang digunakan dalam akad nikah , jumhur ulama berpendapat bahwa ijab kabul boleh dengan menggunakan bahasa apa saja selain bahasa arab.
Ibnu Qumadah dalam Al muqni mengatakan bahwa bagi orang yang mengerti bahasa arab maka ijab kabulnya harus dengan bahasa arab dan tidak boleh menggunakan bahasa lain . terkecuali ia tidak tahu dan tidak mampu maka kewajibannya menggunakan bahasa arab menjadi gugur.
RUKUN DAN SYARAT SAH NIKAH
Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi rukun-rukun yang enam perkara ini :
1. Ijab-Qabul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab) sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Al Qur-an mengistilahkan ijab-qabul sebagai miitsaaqan ghaliizhaa (perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan kesucian, disamping penegasan maksud niat nikah tersebut adalah untuk selamanya.
Syarat ijab-qabul adalah :
a) Diucapkan dengan bahasa yang dimengerti oleh semua pihak yang hadir.
b) Menyebut jelas pernikahan & nama mempelai pria-wanita
2. Adanya mempelai pria.
Syarat mempelai pria adalah :
a) Muslim & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka); lihat QS. Al Baqarah : 221, Al Mumtahanah : 9.
b) Bukan mahrom dari calon isteri.
c) Tidak dipaksa.
d) Orangnya jelas.
e) Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
3. Adanya mempelai wanita.
Syarat mempelai wanita adalah :
a) Muslimah (atau beragama samawi, tetapi bukan kafirah/musyrikah) & mukallaf; lihat QS. Al Baqarah : 221, Al Maidah : 5.
b) Tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah & bukan mahrom dari calon suami).
c) Tidak dipaksa.
d) Orangnya jelas.
e) Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
4. Adanya wali.
Syarat wali adalah :
a) Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
b) ‘Adil
c) Tidak dipaksa.
d) Tidaksedang melaksanakan ibadah haji.
Tingkatan dan urutan wali adalah sebagai berikut:
a) Ayah
b) Kakek
c) Saudara laki-laki sekandung
d) Saudara laki-laki seayah
e) Anak laki-laki dari saudara laki – laki sekandung
f) Anak laki-laki dari saudara laki – laki seayah
g) Paman sekandung
h) Paman seayah
i) Anak laki-laki dari paman sekandung
j) Anak laki-laki dari paman seayah.
k) Hakim
5. Adanya saksi (2 orang pria).
Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi Islam mengajarkan tetap harus adanya 2 orang saksi pria yang jujur lagi adil agar pernikahan tersebut menjadi sah. Syarat saksi adalah
a) Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
b) ‘Adil
c) Dapat mendengar dan melihat.
d) Tidak dipaksa.
e) Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul.
f) Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
Metode shighat atau ijab qabul dalam akad dapat diLakukan dengan berapa cara:

1. Akad dengan lafad (ucapan); akad dengan lafad yang dipakai untuk ijab dan qabul harus jelas pengertiannya, harus bersesuaian antara ijab dan qabul, dan shighat ijab dan qabul harus sungguh-sungguh atau tidak diucapkan secara ragu-ragu. Karenanya, apabila shighat al- 'aqd tidak menunjukkan kesungguhan akad, maka menjadi tidak sah. Atas dasar inilah para fuqaha berpendapat bahwa berjanji menjual belum merupakan akad penjualan, dan orang yang berjanji itu tidak dapat dipaksa menjualnya.
2. Akad dengan tulisan; dibolehkan akad dengan tuLisan, baik bagi mereka yang mampu berbicara maupun tidak, dengan ·syarat tulisan tersebut harus jelas, tampak dan dapat difahami oleh kedua belah pihak. Sebab tulisanha sebagaimana dalam qaidah fiqhiyah, "tulisan bagaikan ucapan". Ulama Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa akad dengan tulisan adalah sah jika kedua belah pihak yang berakad tidak hadir, namun jika yang akad hadir, tidak diperkenankan menggunakan tulisan, sebab tulisan tidak dibutuhkan.
3. Akad dengan perbuatan. Dalam akad terkadang tidak digunakan ucapan, tetapi cukup dengan perbuatan yang menunjukkan saling meridhai. Hal ini sangat umum terjadi pada zaman sekarang. Dalam menanggapi persoalan ini, para ulama berbeda pendapat.
4. Akad dengan isyarat. Bagi orang yang mampu berbicara tidak dibenarkan akad dengan isyarat, melainkan harus dengan menggunakan lisan, tulisan atau perbuatan. Adapun bagi mereka yang tidak dapat berbicara, boleh menggunakan isyarat, tetapi jika mampu menulis dan bagus, maka dianjurkan atau lebih baik dengan tulisan.

o Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan akad dengan perbuatan terhadap barang-barang yang sudah sangat diketahui secara umum oleh manusia. Jika belum diketahui secara umum, akad seperti itu dianggap batal.
o Mazhab Maliki membolehkan akad dengan perbuatan jika jelas menunjukkan kerelaan, baik barang ter-sebut diketahui secara umum maupun tidak, kecuali dalam pernikahan.
o Ulama Syafi'iyah, Syiah, dan Dzahiriyah berpendapat bahwa akad dengan perbuatan tidak dibenarkan karena tidak ada petunjuk yang kuat terhadap akad tersebut. Selain itu, keridhaan adalah sesuatu yang samar, yang tidak dapat diketahui kecuali dengan ucapan. Namun para ulama sepakat bahwa akad dalam per­nikahan hanya dibolehkan menggunakan ucapan. Begitu pula dalam talak dan ruju' diutamakan dengan tulisan dibandingkan dengan isyarat apabila tidak mampu berbicara.


Syarat-Syarat Akad
Ada beberapa syarat yang harus terdapat dalam akad, namun dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
Pertama, syarat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam segala macam akad.
Kedua, syarat khusus, yaitu syarat-syarat yang disyaratkan wujudnya dalam sebagian akad, tidak dalam sebagian yang lain. Syarat-syarat ini biasa juga disebut syarat tambahan (syarat idhafiyah) yang harus ada di samping syarat- syarat umum, seperti adanya saksi, untuk terjadinya nikah, tidak boleh adanya ta'liq
dalam aqad muawadha dan aqad tamlik, seperti jual beli dan hibah . Ini merupakan syarat-syarat idhafiyah.
Sedangkan syarat-syarat yang harus terdapat dalam segala macam akad adalah:

1. Ahliyatul 'aqidaini (kedua pihak yang melakukan akad cakap bertindak atau ahli).
2. Qabiliyatul mahallil aqdi li hukmihi (yang dijadikan objek akad dapat menerima hukuman).
3. Al-Wilyatus syar'iyah fi maudhu'il aqdi (akad itu diizinkan oleh syara dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya dan melaksanakannya, walaupun dia bukan si 'aqid sendiri).
4. Alla yakunal 'aqdu au madhu'uhu mamnu'an binashshin syar'iyin (janganlah akad itu yang dilarang syara) seperti bai' munabadzah.
5. Kaunul 'aqdi mufidan (akad itu memberikan faedah).
6. Baqaul ijabi shalihan ila mauqu'il qabul (ijab berjalan terus, tidak dicabut, sebelum terjadi qabul).
7. Ittihadu majalisil 'aqdi (bertemu di majelis akad). Maka ijab menjadi batal apabila berpisah salah seorang dari yang lain dan belum terjadi qabul

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan :
1.      akad adalah merupakan syarat sah sebuah penikahan
2.      sayarat terpenting dalam subuah akad  adalah adanya kedua belah pihak yang tentunya memenuh kriteria serta mengucapkan ijab kabul sebagai mana yang telah ditantukan.


DAFAR PUSTAKA

Abidan,Slamet. 1999.Fiqhi Munakahat.Bandung . Pustaka Setia.
Suliman,Rasyid. 1998.Fiqhi Islam.Bandung. PT. Sinar Baru.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta. 2007
Al-Hamdani, Risalah an-Nikah,(hukum perkawinan Islam) Pustaka Amani: Jakarta. 2002.
Tihami, Sohari Sahrani, fikih Munakahat. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar