PEMBAHASAN
A. Hadits Shahih
1. Pengertian Hadits
Shahih
Shahih menurut bahasa lawan dari kata
saqim (sakit). Kata shahih juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan
arti “sah;benar,sempurna sehat (tiada segalanya);pasti”. Pengertian hadits
shahih secara definitive esksplisit belum di nyatakan pleh ahli hadits dari
kalangan al-muttaqaddim (sampai abad III H). mereka pada umumnya hanya
memberikan penjelasan mengenai criteria penerimaan hadits yang dapat di pegangi.
Di antara pernyataan-pernyataan mereka adalah:”tidak diterima periwayatan suatu
hadits kecuali yang bersumber dari orang-orang yang tsiqqat,tidak di terima
periwatan suatu hadits yang bersumber dari orang-orang yang tidak dikenal
memiliki pengetahuan hadits, dusta, mengikuti hawanafsu, orang-orang yang
ditolak kesaksiannya.
Gambaran mengenai suatu hadits shahih agak
jelas setelah imam syafi’i memberikan ketentuan bahwa riwayat suatu hadits
dapat dijadikan hujjah, apabila:
a) Diriwayatkan oleh
para perawi yang dapat dipercaya pengalaman agamanya;dikenal sebagai orang yang
jujur memahami dengan baik hadits yang diriwayatkan mengetahui perubahan arti
hadits bila terjadi perubahan lafadznya;terpelihara hafalanya, bila meriwayatkan
hadits secara lafadz, bunyi hadits yang diriwayatkan sama dengan bunyi hadits
yang diriwayatkan oleh orang lain;dan terlepas daru tadlis (penyembunyian
cacat).
b) Rangkaian riwayatkan
bersambung sampai kepada Nabi SAW, atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.
2. Definisi Menurut
Beberapa Pendapat
a) Definisi Ibn
ash-shalah;
Hadits shahih adalah musnat yang sanatnya
muttashil melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil
lagi dhabit(pula) sampai ujungnya.
b) Definisi Imam
nawawiy,meringkas definisi ibn ash-shalah;
Hadits shahih adalah hadits yang muttashil
sanatnya melalui (periwayatan) orang-orang yang adil lagi dhabit tanpa syadz
dan ‘illat.
c) Definisi yang kami
pilih;
Hadits yang muttashil sanat melalui periwayatan
perawi tsiqat dari perawi (lain) yang tsiqat pula,sejak awal sampai akhir sanat
tanpa syudzudz dan tanpa ‘illat.
B. Syarat-Syarat
Hadits Shahih
Dari uraian singkat itu jelaslah, bahwa hadits
shahih harus memenuhi lima syarat:
1. Muttashil sanatnya;
Dengan
syarat ini, dikecualikan hadits munqathi’, mu’dhal, mu’allaq, mudallas dan
jenis-jenis lain yang tidak memenuhi criteria muttashil ini.
2. Perawi-perawinya
adil;
Yang
dimaksud adil adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari
kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya.
3. Perawi-perawinya
dhabit;
Yang
dimaksud dhabit adalah orang yang benar-benar sadar ketika menerima hadits,
paham ketika mendengarnya dan menghafalnya sejak menerima sampai
menyampaikannya. Yakni perawi harus hafal dan mengerti apa yang diriwayatkannya
(bila ia meriwayatkan dari hafalannya) serta memahaminya (bila meriwayatkannya
secara makna). Dan harus menjaga tulisannya dari perubahan, penggantian ataupun
penambahan, bila ia meriwayatkannya dari tulisannya. Syarat ini mengecualikan
periwayatan perawi yang pelupa dan sering melakukan kesalahan.
4. Yang diriwayatkan
tidak syadz;
Yang
dimaksud syudzudz adalah penyimpangan oleh perawi tsiqat terhadap orang yang
lebih kuat darinya.
5. Yang diriwayatkan terhindar
dari ‘illat qadihah (‘illat yang mencacatkannya);
Seperti
memursalkan yang maushul, memuttashilkan yang munqathi’, ataupun memarfu’kan
yang mauquf ataupun yang sejenis yang telah saya jelaskan dalam sub ilmu ‘ilal
al-hadits
C. Macam-Macam Hadits
Shahih
Para ulama’ hadits membagi hadits shahih inidibagi
menjadi dua macam;
1. Shahih li dzatihi,
yaitu
hadits yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadits maqbul secara
sempurna, yaitu syarat-syarat yang lima sebagaimana tersebut diatas.
2. Shahih li ghairihi,
yaitu
hadits yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat
sebuah hadits maqbul (a’la sifat al-qubul).
Hal itu bisa terjadi karena ada beberapa hal,
misalnya saja perawinya sudah diketahui adil tapi dari sisi ke-dhabit-annya, ia
dinilai kurang.hadits ini menjadi shahih karena ada hadits lain yang sama atau
sepadan (redaksinya) diriwayatkan melalui jalur lain yang setingkat atau malah
lebih shahih;
D. Ashahhul Asanid
(Sanat-Sanat Paling Shahih)
Ulama’ berusaha keras mengkomparasikan antar
perawi-perawi yang maqbul dan mengetahui sanat-sanat yang memuat derajat
diterima secara maksimal karena perawi-perawinya terdiri dari orang-orang
terkenal dengan keilmuan, kedhabitan dan keadilannya dengan yang lainya. Mereka
menilai bahwa sebagian sanad, sand shahih merupakan tingkat tertinggi dari pada
sanad-sanad lainnya, karena memenuhi syarat-syarat qobul secara maksimal dan
kesempurnaan para perawinya dalam hal criteria-kriterianya. Mereka kemudian
menyebutnya ashahhul asanid. Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’
mengenai hal itu. Sebagian mengatakan, ashahhul asanid:
- Riwayat ibn sihab azzuhriy dari salim ibn abdillah ibn umar dari ibn umar.
- Sebagian lain mengatakan, ashahhul asanid adalah riwayat sulaiman ala’masyi dari ibrahim annahoy dari al-qomah ibn qois dari Abdullah ibn mas’ud.
- Imam buhari dan yang lain mengatakan, ashahhul asanid adalah riwayat imam malik ibn anas dari nafi’maula ibn umar dari ibn umar. Dan karena imam asyafiy merupakan orang paling utama yang meriwayatkan dari imam malik, dan imam ahnmad merupakan orang paling utama yang meriwayatkan dari imam syafiy, maka sebagian ulama’ mutaakhirin cendrung menilai bahwa ashahhul asanid adalah riwayat imam ahmad dari imam syafiy dari imam malik dari nafi’ dari ibn umar RA. Inilah yang disubut silsilah addzahab (rantai emas)
untuk
memudahkan mengetahui ashahhul asanid dan meredam silang pendapat dari
kalangan ulama’ mengenai hal ini, maka abu abdillah al-hakim memandang perlu
menghususkannya dengan sahabat tertentu atau negeri tertentu. Sehingga
dikatakan, sanad paling shahih dari
sahabat ini adalah riwayat fulan itu dan itu, dan seterusnya.
E. Yang Mula-Mula
Menyusun Karyayang Membuat Hadis Shahih
Dari uraian pendapat yang kedua, kita telah
mengetahui bahwa kodivikasi hadis bisa dikembalikan pada abad pertama hijriyah.
Dan kodivikasi yang muncul berbeda-beda, baik secara kuantitas maupun
kualitasnya, sesuai dengan kapasitas penyusunnya masing-masing. Bahkan banyak
pula karya-karya yang muncul paruh pertama abad kedua hijriyah. Dan yang paling
awal sampai kepada kita adalah muwatto’ imam malik. Hanya saja, imam malik
tidak menyusun karyanya untuk hdis-hadis shahih saja, tetapi juga hadis mursal,
munkhaqati’ dan ungkapan-ungkapan hikmah. Meski jeni-jenis itu merupakan hujjah
bagi beliau dan bagi pra penganut beliau, tetapi tidak memenuhi criteria shahih
yang telah saya sebutkan diatas.
Kemudian sampailah pada masa imam bukhari, yang
karyanya disepakati ulama’, sebagai karya utama yang memuat hadis-hadis shahih
saja. Kemudian hal itu diikuti oleh imam muslim dan ulama’-alama’ yang lain
sesudahnya. Oleh karena itu, saya akan membicarakan khusus kedua penyusun itu
sesuai dengan kebutuhan.
- Imam Bukhari (194-256 H)
Sepintas
tentang imam bukhari beliau adalah abu abdillah muhammad ibn ismail ibn
ibrahim ibn al-muqirah ibn barzibah al-ja’fi al-bukhari.
Lahir pada hari jum’at, tgl 13 syawal thn 194 H di
kota buhara. Mulai menuntut ilmu sejak berusia dini (205 H). Saat masa kecil
telah menghafal beberapa karya ulama’. Beliau berguru kepada guru-guru di
negeri itu. Kemudian pergi bersama ibu dan saudaranya ke hijaz untuk beribadah
haji, pada tahun 210 H. Kemudian bermukim di madinah al-munawwarah, lalu
menyusun attarikh al-kabir, dan selalu berdekatan dengan makam nabi SAW. Beliau
menambahi karya itu sebanyak dua kali pada akhir-akhir hayat beliau.
Imam bukhari berhasil menghafal seratus ribu hadis
shahih dan yang tidak shahih, mengetahui hal ihwal perawi-perawi hadist,
illat-illat khabar dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hadis dan
ilmu-ilmunya.
Imam
bukhari adalah salah satu tokoh hafalan dan keteguhan ingatan. Sumber-sumber
yang menyebutkan biografi beliau semuanya menyebutkan hal ini. Oleh karena itu,
kita tidak perlu merassa heran, bahwa majlis imam bukhari di baghdad dihadiri
tidak kurang dari sepuluh ribu orang.
Pada akhir hayat beliau, imam bukhari keluar
menuju khartank, suatu tempat berjarak dua farsyah dari sammarkhan. Disanalah
beliau wafat pada tanggal 30 ramadhan tahun 256 H.
- Imam Muslim (204-261 H)
Beliau adalah hujjatul islam abu alhusain muslim
ibn al-hajjaj al-qusyairi annaisaburiy,lahir tahun 204 H, dan ada yang
mengatakan 206 H. Sejak berusia dini, ia telah belajar, ya’ni tahun 218 H. Ia
belajar kepada guru-guru di negrinya, kemudian melakukan pengembaraan untuk
menuntut ilmu. Berkali-kali beliau pergi ke baghdad. Di tengah-tengah
perjalanan ilmiah itu, ia bertemu dengan banyak imam hadist dan para hafid di
hijas, irak, syam, mesir dan lain-lain. Sewaktu imam bukhari datang ke
naisaburiy, ia banyak menemui beliau keutamaan dan keluasan ilmunya segera
dikenal. Ia berguru kepada imam ahmad ibn hambal, guru bukhari ishak ibn
rahuyah dan masih banyak yang lainnya.
Imam muslim berhasil mencapai puncak keilmuan.
Beberapa imam lebih mendahulukan beliau dari pada guru-guru lain masa itu dalam
rangka mengetahui hadis. Imam-imam masa itu juga sangat memuji beliau, demikian
juga mayoritas ahli ilmu sesudah beliau.
Imam muslim wafat pada tanggal 25 rojab tahun 261
H di nashr abad, salah satu kampung di naisaburiy. Beliau meninggalkan lebih
dari dua puluh karya dalam bidang hadis dan ilmu-ilmunya, yang mengindikasi
kedalaman ilmunya, disamping kekuatan pemahaman dan keluasan ilmunya.
v
Reference:
a). Suparta,
munzier,ilmu hadits,2002,pt. Raja grafindo persada, jakarta
b). Al-khatib,
muhammad,ajaj,ushulul hadits, 2007, dar al-fike, beirut, libanon.
Ø
Dari kelompak VI dengan tema HADITS SHAHIH
ü
Raden suprapto
ü
Nurul qo’im
ü
Muhyi abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar