Jumat, 23 Maret 2012

Ulumul Hadits



PEMBAHASAN

A.     Hadits Shahih
1.      Pengertian Hadits Shahih
Shahih menurut bahasa lawan dari kata saqim (sakit). Kata shahih juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti “sah;benar,sempurna sehat (tiada segalanya);pasti”. Pengertian hadits shahih secara definitive esksplisit belum di nyatakan pleh ahli hadits dari kalangan al-muttaqaddim (sampai abad III H). mereka pada umumnya hanya memberikan penjelasan mengenai criteria penerimaan hadits yang dapat di pegangi. Di antara pernyataan-pernyataan mereka adalah:”tidak diterima periwayatan suatu hadits kecuali yang bersumber dari orang-orang yang tsiqqat,tidak di terima periwatan suatu hadits yang bersumber dari orang-orang yang tidak dikenal memiliki pengetahuan hadits, dusta, mengikuti hawanafsu, orang-orang yang ditolak kesaksiannya.
Gambaran mengenai suatu hadits shahih agak jelas setelah imam syafi’i memberikan ketentuan bahwa riwayat suatu hadits dapat dijadikan hujjah, apabila:
a)      Diriwayatkan oleh para perawi yang dapat dipercaya pengalaman agamanya;dikenal sebagai orang yang jujur memahami dengan baik hadits yang diriwayatkan mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadznya;terpelihara hafalanya, bila meriwayatkan hadits secara lafadz, bunyi hadits yang diriwayatkan sama dengan bunyi hadits yang diriwayatkan oleh orang lain;dan terlepas daru tadlis (penyembunyian cacat).
b)      Rangkaian riwayatkan bersambung sampai kepada Nabi SAW, atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.

2.      Definisi Menurut Beberapa Pendapat
a)      Definisi Ibn ash-shalah;
Hadits shahih adalah musnat yang sanatnya muttashil melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit(pula) sampai ujungnya.
b)      Definisi Imam nawawiy,meringkas definisi ibn ash-shalah;
Hadits shahih adalah hadits yang muttashil sanatnya melalui (periwayatan) orang-orang yang adil lagi dhabit tanpa syadz dan ‘illat.
c)      Definisi yang kami pilih;      
Hadits yang muttashil sanat melalui periwayatan perawi tsiqat dari perawi (lain) yang tsiqat pula,sejak awal sampai akhir sanat tanpa syudzudz  dan tanpa ‘illat.

B.     Syarat-Syarat Hadits Shahih
Dari uraian singkat itu jelaslah, bahwa hadits shahih harus memenuhi lima syarat:
1.      Muttashil sanatnya;
Dengan syarat ini, dikecualikan hadits munqathi’, mu’dhal, mu’allaq, mudallas dan jenis-jenis lain yang tidak memenuhi criteria muttashil ini.
2.      Perawi-perawinya adil;
Yang dimaksud adil adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya.
3.      Perawi-perawinya dhabit;
Yang dimaksud dhabit adalah orang yang benar-benar sadar ketika menerima hadits, paham ketika mendengarnya dan menghafalnya sejak menerima sampai menyampaikannya. Yakni perawi harus hafal dan mengerti apa yang diriwayatkannya (bila ia meriwayatkan dari hafalannya) serta memahaminya (bila meriwayatkannya secara makna). Dan harus menjaga tulisannya dari perubahan, penggantian ataupun penambahan, bila ia meriwayatkannya dari tulisannya. Syarat ini mengecualikan periwayatan perawi yang pelupa dan sering melakukan kesalahan.
4.      Yang diriwayatkan tidak syadz;
Yang dimaksud syudzudz adalah penyimpangan oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya.
5.      Yang diriwayatkan terhindar dari ‘illat qadihah (‘illat yang mencacatkannya);
Seperti memursalkan yang maushul, memuttashilkan yang munqathi’, ataupun memarfu’kan yang mauquf ataupun yang sejenis yang telah saya jelaskan dalam sub ilmu ‘ilal al-hadits

C.     Macam-Macam Hadits Shahih
Para ulama’ hadits membagi hadits shahih inidibagi menjadi dua macam;
1.      Shahih li dzatihi,
yaitu hadits yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadits maqbul secara sempurna, yaitu syarat-syarat yang lima sebagaimana tersebut diatas.
2.      Shahih li ghairihi,
yaitu hadits yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah hadits maqbul (a’la sifat al-qubul).
Hal itu bisa terjadi karena ada beberapa hal, misalnya saja perawinya sudah diketahui adil tapi dari sisi ke-dhabit-annya, ia dinilai kurang.hadits ini menjadi shahih karena ada hadits lain yang sama atau sepadan (redaksinya) diriwayatkan melalui jalur lain yang setingkat atau malah lebih shahih;

D.    Ashahhul Asanid (Sanat-Sanat Paling Shahih)
Ulama’ berusaha keras mengkomparasikan antar perawi-perawi yang maqbul dan mengetahui sanat-sanat yang memuat derajat diterima secara maksimal karena perawi-perawinya terdiri dari orang-orang terkenal dengan keilmuan, kedhabitan dan keadilannya dengan yang lainya. Mereka menilai bahwa sebagian sanad, sand shahih merupakan tingkat tertinggi dari pada sanad-sanad lainnya, karena memenuhi syarat-syarat qobul secara maksimal dan kesempurnaan para perawinya dalam hal criteria-kriterianya. Mereka kemudian menyebutnya ashahhul asanid. Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’ mengenai hal itu. Sebagian mengatakan, ashahhul asanid:
  1. Riwayat ibn sihab azzuhriy dari salim ibn abdillah ibn umar dari ibn umar.
  2. Sebagian lain mengatakan, ashahhul asanid adalah riwayat sulaiman ala’masyi dari ibrahim annahoy dari al-qomah ibn qois dari Abdullah ibn mas’ud.
  3. Imam buhari dan yang lain mengatakan, ashahhul asanid adalah riwayat imam malik ibn anas dari nafi’maula ibn umar dari ibn umar. Dan karena imam asyafiy merupakan orang paling utama yang meriwayatkan dari imam malik, dan imam ahnmad merupakan orang paling utama yang meriwayatkan dari imam syafiy, maka sebagian ulama’ mutaakhirin cendrung menilai bahwa ashahhul asanid adalah riwayat imam ahmad dari imam syafiy dari imam malik dari  nafi’ dari ibn umar RA. Inilah yang disubut silsilah addzahab (rantai emas)
untuk memudahkan mengetahui ashahhul asanid dan meredam silang pendapat dari kalangan ulama’ mengenai hal ini, maka abu abdillah al-hakim memandang perlu menghususkannya dengan sahabat tertentu atau negeri tertentu. Sehingga dikatakan, sanad  paling shahih dari sahabat ini adalah riwayat fulan itu dan itu, dan seterusnya.

E.     Yang Mula-Mula Menyusun Karyayang Membuat Hadis Shahih
Dari uraian pendapat yang kedua, kita telah mengetahui bahwa kodivikasi hadis bisa dikembalikan pada abad pertama hijriyah. Dan kodivikasi yang muncul berbeda-beda, baik secara kuantitas maupun kualitasnya, sesuai dengan kapasitas penyusunnya masing-masing. Bahkan banyak pula karya-karya yang muncul paruh pertama abad kedua hijriyah. Dan yang paling awal sampai kepada kita adalah muwatto’ imam malik. Hanya saja, imam malik tidak menyusun karyanya untuk hdis-hadis shahih saja, tetapi juga hadis mursal, munkhaqati’ dan ungkapan-ungkapan hikmah. Meski jeni-jenis itu merupakan hujjah bagi beliau dan bagi pra penganut beliau, tetapi tidak memenuhi criteria shahih yang telah saya sebutkan diatas.
Kemudian sampailah pada masa imam bukhari, yang karyanya disepakati ulama’, sebagai karya utama yang memuat hadis-hadis shahih saja. Kemudian hal itu diikuti oleh imam muslim dan ulama’-alama’ yang lain sesudahnya. Oleh karena itu, saya akan membicarakan khusus kedua penyusun itu sesuai dengan kebutuhan.
  1. Imam Bukhari (194-256 H)
Sepintas  tentang imam bukhari beliau adalah abu abdillah muhammad ibn ismail ibn ibrahim ibn al-muqirah ibn barzibah al-ja’fi al-bukhari.
Lahir pada hari jum’at, tgl 13 syawal thn 194 H di kota buhara. Mulai menuntut ilmu sejak berusia dini (205 H). Saat masa kecil telah menghafal beberapa karya ulama’. Beliau berguru kepada guru-guru di negeri itu. Kemudian pergi bersama ibu dan saudaranya ke hijaz untuk beribadah haji, pada tahun 210 H. Kemudian bermukim di madinah al-munawwarah, lalu menyusun attarikh al-kabir, dan selalu berdekatan dengan makam nabi SAW. Beliau menambahi karya itu sebanyak dua kali pada akhir-akhir hayat beliau.
Imam bukhari berhasil menghafal seratus ribu hadis shahih dan yang tidak shahih, mengetahui hal ihwal perawi-perawi hadist, illat-illat khabar dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hadis dan ilmu-ilmunya.
Imam bukhari adalah salah satu tokoh hafalan dan keteguhan ingatan. Sumber-sumber yang menyebutkan biografi beliau semuanya menyebutkan hal ini. Oleh karena itu, kita tidak perlu merassa heran, bahwa majlis imam bukhari di baghdad dihadiri tidak kurang dari sepuluh ribu orang.
Pada akhir hayat beliau, imam bukhari keluar menuju khartank, suatu tempat berjarak dua farsyah dari sammarkhan. Disanalah beliau wafat pada tanggal 30 ramadhan tahun 256 H.



  1. Imam Muslim (204-261 H)
Beliau adalah hujjatul islam abu alhusain muslim ibn al-hajjaj al-qusyairi annaisaburiy,lahir tahun 204 H, dan ada yang mengatakan 206 H. Sejak berusia dini, ia telah belajar, ya’ni tahun 218 H. Ia belajar kepada guru-guru di negrinya, kemudian melakukan pengembaraan untuk menuntut ilmu. Berkali-kali beliau pergi ke baghdad. Di tengah-tengah perjalanan ilmiah itu, ia bertemu dengan banyak imam hadist dan para hafid di hijas, irak, syam, mesir dan lain-lain. Sewaktu imam bukhari datang ke naisaburiy, ia banyak menemui beliau keutamaan dan keluasan ilmunya segera dikenal. Ia berguru kepada imam ahmad ibn hambal, guru bukhari ishak ibn rahuyah dan masih banyak yang lainnya.
Imam muslim berhasil mencapai puncak keilmuan. Beberapa imam lebih mendahulukan beliau dari pada guru-guru lain masa itu dalam rangka mengetahui hadis. Imam-imam masa itu juga sangat memuji beliau, demikian juga mayoritas ahli ilmu sesudah beliau.
Imam muslim wafat pada tanggal 25 rojab tahun 261 H di nashr abad, salah satu kampung di naisaburiy. Beliau meninggalkan lebih dari dua puluh karya dalam bidang hadis dan ilmu-ilmunya, yang mengindikasi kedalaman ilmunya, disamping kekuatan pemahaman dan keluasan ilmunya.

v  Reference:

a). Suparta, munzier,ilmu hadits,2002,pt. Raja grafindo persada, jakarta
b). Al-khatib, muhammad,ajaj,ushulul hadits, 2007, dar al-fike, beirut, libanon.

Ø  Dari kelompak VI dengan tema HADITS SHAHIH
ü  Raden suprapto
ü  Nurul qo’im
ü  Muhyi abdullah 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar